Laman

Rabu, 23 Juni 2010

pakan ternak dari sapah

Masalah pengelolaan sampah tak hanya dialami oleh Bali. Negara-negara besar, bahkan negara yang sudah maju pun masih sibuk berkutat memerangi sampah, terutama sampah sehari-hari yang jumlahnya cukup banyak. Namun, khusus untuk Bali, masalah sampah mulai sedikit tertanggulangi dengan diluncurkannya teknologi pengolahan sampah menjadi pakan ternak oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali, Senin (10/5) kemarin. Bagaimanakah latar belakang penemuan dan apa keuntungan yang bisa diperoleh oleh masyarakat bila menggunakan teknologi ini?

Sampah merupakan masalah yang sangat sulit untuk ditanggulangi, terutama di negara-negara sedang berkembang. Meskipun sudah bisa ditanggulangi, umumnya biaya yang diperlukan untuk pengolahan sampah ini relatif besar terutama bila menggunakan teknologi tinggi. Sehingga, seringkali persoalan sampah ini hanya diselesaikan secara sepotong-sepotong tanpa adanya penyelesaian yang mampu menuntaskannya hingga ke akar permasalahan.

Padahal, persoalan sampah ini mesti mendapatkan perhatian serius dari pemerintah Bali karena posisi daerah ini sebagai sebuah destinasi yang mempunyai nilai jual tinggi bagi wisatawan. Beberapa waktu lalu beberapa konsul negara sahabat dalam kunjungan ke Bali TV, permasalahan sampah ini juga menjadi sorotan.

Konsul Jepang N. Nomura, misalnya, menyesalkan kotornya tempat-tempat pariwisata di Bali. Dia mengaku banyak menerima keluhan dari wisatawan Jepang yang berkunjung ke Bali. Kondisi di lapangan yang dilihat oleh wisatawan ini tentunya akan memperburuk citra Bali sebagai sebuah destinasi.

Untuk itulah perlu adanya pemikiran terpadu guna menjawab persoalan ini. Terlebih lagi dengan makin bertambahnya jumlah penduduk di Bali tidak bisa dihindarkan produksi sampah juga akan makin meningkat. Menjawab peningkatan produksi sampah di Bali dari tahun ke tahun -- yang konon mencapai 3.000 meter kubik/harinya -- BPTP Bali mengadakan penelitian untuk mengembangkan teknologi pengolahan sampah sejak tahun 2003.

Penemuan yang baru diluncurkan kemarin dan didanai oleh Bappeda ini merupakan sebuah alat yang mampu mengolah sampah menjadi pakan ternak, yang tidak saja bisa meminimalisasi tingkat pencemaran lingkungan tetapi juga menguntungkan peternak. Pemikiran untuk secara langsung menggunakan sampah sebagai bahan pakan ternak sangat tepat digunakan di Bali, yang hampir sebagian besar masyarakatnya merupakan peternak.

Pengolahan sampah organik ini, menurut peneliti BPTP yang juga merupakan penemu teknologi pengolahan sampah Suprio Guntoro, sangat efektif dan bisa menyediakan bahan pakan yang murah. Di samping itu, peternak juga tidak usah lagi bersusah payah menanam dan menyabit rumput. ''Teknologi ini sangat efektif, terutama untuk menyediakan pakan ternak pada musim kering,'' katanya.

Pemanfaatan sampah ini juga diharapkan dapat membantu meningkatkan daya tampung ternak di suatu wilayah tanpa harus mengembangkan areal hijauan makanan ternak secara khusus. Untuk Bali yang lahan pertaniannya makin menyempit, sampah bisa dijadikan alternatif untuk mendukung pengembangan usaha ternaknya.

Pakan komplit yang tercipta melalui proses pengolahan sampah ini pun tidak bisa dianggap remeh. Pasalnya, dengan pemberian pakan berbahan baku sampah ini kepada ternak sapi dan kambing sebanyak 3-4 kg/ekor/hari terjadi penambahan bobot sebesar 600 gram/harinya. Bila volume pemberian pakannya ditingkatkan menjadi 7-7,5 kg/ekor/hari maka pertambahan berat ternak sapi akan meningkat menjadi 800 gram.

Dengan ditambahkannya jumlah pakan ini, kebutuhan pakan hijau bisa ditiadakan. Kondisi peningkatan berat ternak ini, kata Guntoro, sudah bisa dilihat di tempat pembuangan akhir (TPA) Temesi, Gianyar, yang merupakan pilot project teknologi pengolahan sampah ini.

Tidak ada komentar: