Laman

Kamis, 24 Juni 2010

BUDIDAYA KELAPA SAWIT


 I. PENDAHULUAN

Agribisnis kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.), baik yang berorientasi pasar lokal maupun global akan berhadapan dengan tuntutan kualitas produk dan kelestarian lingkungan selain tentunya kuantitas produksi. PT. Natural Nusantara berusaha berperan dalam peningkatan produksi budidaya kelapa sawit secara Kuantitas, Kualitas dan tetap menjaga Kelestarian lingkungan (Aspek K-3).

II. SYARAT PERTUMBUHAN
2.1. Iklim
Lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm. Temperatur optimal 24-280C. Ketinggian tempat yang ideal antara 1-500 m dpl. Kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan.
2.2. Media Tanam
Tanah yang baik mengandung banyak lempung, beraerasi baik dan subur. Berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam (80 cm), pH tanah 4-6, dan tanah tidak berbatu. Tanah Latosol, Ultisol dan Aluvial, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit.

III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
3.1.1. Penyemaian

Kecambah dimasukkan polibag 12x23 atau 15x23 cm berisi 1,5-2,0 kg tanah lapisan atas yang telah diayak. Kecambah ditanam sedalam 2 cm. Tanah di polibag harus selalu lembab. Simpan polibag di bedengan dengan diameter 120 cm. Setelah berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai bibit dipindahtanamkan.
Bibit dari dederan dipindahkan ke dalam polibag 40x50 cm setebal 0,11 mm yang berisi 15-30 kg tanah lapisan atas yang diayak. Sebelum bibit ditanam, siram tanah dengan POC NASA 5 ml atau 0,5 tutup per liter air. Polibag diatur dalam posisi segitiga sama sisi dengan jarak 90x90 cm.

3.1.2. Pemeliharaan Pembibitan
Penyiraman dilakukan dua kali sehari. Penyiangan 2-3 kali sebulan atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma. Bibit tidak normal, berpenyakit dan mempunyai kelainan genetis harus dibuang. Seleksi dilakukan pada umur 4 dan 9 bulan.
Pemupukan pada saat pembibitan sebagai berikut :
Pupuk Makro
> 15-15-6-4
Minggu ke 2 & 3 (2 gram); minggu ke 4 & 5 (4gr); minggu ke 6 & 8 (6gr); minggu ke 10 & 12 (8gr)
> 12-12-17-2
Mingu ke 14, 15, 16 & 20 (8 gr); Minggu ke 22, 24, 26 & 28 (12gr), minggu ke 30, 32, 34 & 36 (17gr), minggu ke 38 & 40 (20gr).
> 12-12-17-2
Minggu ke 19 & 21 (4gr); minggu ke 23 & 25 (6gr); minggu ke 27, 29 & 31 (8gr)
> POC NASA
Mulai minggu ke 1 – 40 (1-2cc/lt air perbibit disiramkan 1-2 minggu sekali).

Catatan : Akan Lebih baik pembibitan diselingi/ditambah SUPER NASA 1-3 kali dengan dosis 1 botol untuk + 400 bibit. 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 4 liter (4000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk penyiraman

3.2. Teknik Penanaman
3.2.1. Penentuan Pola Tanaman
Pola tanam dapat monokultur ataupun tumpangsari. Tanaman penutup tanah (legume cover crop LCC) pada areal tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan menekan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma). Penanaman tanaman kacang-kacangan sebaiknya dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai.

3.2.2. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat beberapa hari sebelum tanam dengan ukuran 50x40 cm sedalam 40 cm. Sisa galian tanah atas (20 cm) dipisahkan dari tanah bawah. Jarak 9x9x9 m. Areal berbukit, dibuat teras melingkari bukit dan lubang berjarak 1,5 m dari sisi lereng.

3.2.3. Cara Penanaman
Penanaman pada awal musim hujan, setelah hujan turun dengan teratur. Sehari sebelum tanam, siram bibit pada polibag. Lepaskan plastik polybag hati-hati dan masukkan bibit ke dalam lubang. Taburkan Natural GLIO yang sudah dikembangbiakkan dalam pupuk kandang selama + 1 minggu di sekitar perakaran tanaman. Segera ditimbun dengan galian tanah atas. Siramkan POC NASA secara merata dengan dosis ± 5-10 ml/ liter air setiap pohon atau semprot (dosis 3-4 tutup/tangki). Hasil akan lebih bagus jika menggunakan SUPER NASA. Adapun cara penggunaan SUPER NASA adalah sebagai berikut: 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 2 liter (2000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk penyiraman setiap pohon.

3.3. Pemeliharaan Tanaman
3.3.1. Penyulaman dan Penjarangan
Tanaman mati disulam dengan bibit berumur 10-14 bulan. Populasi 1 hektar + 135-145 pohon agar tidak ada persaingan sinar matahari.

3.3.2. Penyiangan
Tanah di sekitar pohon harus bersih dari gulma.

3.3.3. Pemupukan
Anjuran pemupukan sebagai berikut :

Pupuk Makro

Urea
  1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
  2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst

225 kg/ha
1000 kg/ha

TSP
  1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
  2. Bulan ke 48 & 60

115 kg/ha
750 kg/ha

MOP/KCl
  1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
  2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst

200 kg/ha
1200 kg/ha

Kieserite
  1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
  2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst

75 kg/ha
600 kg/ha

Borax
  1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
  2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst

20 kg/ha
40 kg/ha

NB. : Pemberian pupuk pertama sebaiknya pada awal musim hujan (September - Oktober) dan kedua di akhir musim hujan (Maret- April).

POC NASA
a. Dosis POC NASA mulai awal tanam :
0-36 bln
2-3 tutup/ diencerkan secukupnya dan siramkan sekitar pangkal batang, setiap 4 - 5 bulan sekali
>36 bln
3-4 tutup/ diencerkan secukupnya dan siramkan sekitar pangkal batang, setiap 3 – 4 bulan sekali

b. Dosis POC NASA pada tanaman yang sudah produksi tetapi tidak dari awal memakai POC NASA
Tahap 1 : Aplikasikan 3 - 4 kali berturut-turut dengan interval 1-2 bln. Dosis 3-4 tutup/ pohon
Tahap 2 : Aplikasikan setiap 3-4 bulan sekali. Dosis 3-4 tutup/ pohon
Catatan: Akan Lebih baik pemberian diselingi/ditambah SUPER NASA 1-2 kali/tahun dengan dosis 1 botol untuk + 200 tanaman. Cara lihat Teknik Penanaman (Point 3.2.3.)

3.3.4. Pemangkasan Daun
Terdapat tiga jenis pemangkasan yaitu:
a. Pemangkasan pasir
Membuang daun kering, buah pertama atau buah busuk waktu tanaman berumur 16-20 bulan.
b. Pemangkasan produksi
Memotong daun yang tumbuhnya saling menumpuk (songgo dua) untuk persiapan panen umur 20-28 bulan.
c. Pemangkasan pemeliharaan
Membuang daun-daun songgo dua secara rutin sehingga pada pokok tanaman hanya terdapat sejumlah 28-54 helai.

3.3.5. Kastrasi Bunga
Memotong bunga-bunga jantan dan betina yang tumbuh pada waktu tanaman berumur 12-20 bulan.

3.3.6. Penyerbukan Buatan
Untuk mengoptimalkan jumlah tandan yang berbuah, dibantu penyerbukan buatan oleh manusia atau serangga.
a. Penyerbukan oleh manusia
Dilakukan saat tanaman berumur 2-7 minggu pada bunga betina yang sedang represif (bunga betina siap untuk diserbuki oleh serbuk sari jantan). Ciri bunga represif adalah kepala putik terbuka, warna kepala putik kemerah-merahan dan berlendir.

Cara penyerbukan:
1. Bak seludang bunga.
2. Campurkan serbuk sari dengan talk murni ( 1:2 ). Serbuk sari diambil dari pohon yang baik dan biasanya sudah dipersiapkan di laboratorium, semprotkan serbuk sari pada kepala putik dengan menggunakan baby duster/puffer.
b. Penyerbukan oleh Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit
Serangga penyerbuk Elaeidobius camerunicus tertarik pada bau bunga jantan. Serangga dilepas saat bunga betina sedang represif. Keunggulan cara ini adalah tandan buah lebih besar, bentuk buah lebih sempurna, produksi minyak lebih besar 15% dan produksi inti (minyak inti) meningkat sampai 30%.

3.4. Hama dan Penyakit
3.4.1. Hama
a. Hama Tungau
Penyebab: tungau merah (Oligonychus). Bagian diserang adalah daun. Gejala: daun menjadi mengkilap dan berwarna bronz. Pengendalian: Semprot Pestona atau Natural BVR.

b. Ulat Setora
Penyebab: Setora nitens. Bagian yang diserang adalah daun. Gejala: daun dimakan sehingga tersisa lidinya saja. Pengendalian: Penyemprotan dengan Pestona.

3.4.2. Penyakit
a. Root Blast
Penyebab: Rhizoctonia lamellifera dan Phythium Sp. Bagian diserang akar. Gejala: bibit di persemaian mati mendadak, tanaman dewasa layu dan mati, terjadi pembusukan akar. Pengendalian: pembuatan persemaian yang baik, pemberian air irigasi di musim kemarau, penggunaan bibit berumur lebih dari 11 bulan. Pencegahan dengan pengunaan Natural GLIO.

b. Garis Kuning
Penyebab: Fusarium oxysporum. Bagian diserang daun. Gejala: bulatan oval berwarna kuning pucat mengelilingi warna coklat pada daun, daun mengering. Pengendalian: inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda. Pencegahan dengan pengunaan Natural GLIO semenjak awal.

c. Dry Basal Rot
Penyebab: Ceratocyctis paradoxa. Bagian diserang batang. Gejala: pelepah mudah patah, daun membusuk dan kering; daun muda mati dan kering. Pengendalian: adalah dengan menanam bibit yang telah diinokulasi penyakit.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki. Penyemprotan herbisida (untuk gulma) agar lebih efektif dan efisien dapat di campur Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki .

3.5. Panen
3.5.1. Umur Panen
Mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih.
http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-kelapa-sawit.html

Rabu, 23 Juni 2010

PEMBESARAN IKAN NILA


PENDAHULUAN
1. Peran Perikanan Budidaya di Indonesia
Perikanan Budidaya di Indonesia merupakan salah satu komponen yang penting di sektor perikanan. Hal ini berkaitan dengan perannya dalam menunjang persediaan pangan nasional, penciptaan pendapatan dan lapangan kerja serta mendatangkan penerimaan negara dari ekspor. Perikanan budidaya juga berperan dalam mengurangi beban sumber daya laut. Di samping itu perikanan budidaya dianggap sebagai sektor penting untuk mendukung perkembangan ekonomi pedesaan.
Besarnya kontribusi perikanan budidaya dan penangkapan ikan air tawar terhadap total produksi ikan nasional sebesar 29,1%. Total produksi perikanan budidaya meningkat 20,14% per tahun dari 1.076.750 ton pada tahun 2001 menjadi 2.163.674 ton di tahun 2005. Peningkatan ini merupakan dampak dari inovasi teknologi, pertambahan areal dan ketersediaan benih ikan yang berkualitas. Pada tahun 2005, total produksi nasional dari budidaya ikan sebesar 2,16 juta ton (Made L. Nurjana).
2. Perkembangan Perikanan Budidaya Air Tawar
Menurut Made L. Nurjana (2006), perikanan budidaya air tawar dimulai sejak jaman penjajahan Belanda dengan penebaran benih ikan karper/ikan mas (Cyprinus carpio) di kolam halaman rumah di Jawa Barat, pada pertengahan abad 19. Praktek perikanan budidaya ini kemudian menyebar ke bagian lain Pulau Jawa, pada awal abad 20. Namun demikian baru pada akhir 1970 an terjadi peningkatan produksi yang luar biasa dari budidaya ikan air tawar. Adanya pengenalan teknologi baru dalam perikanan memberikan kontribusi pada ketersediaan benih yang dihasilkan dan perkembangan pakan ikan. Spesies yang umum dibudidayakan adalah ikan karper/ikan mas (Cyprinus carpio), ikan nila (Oreochromis niloticus) dan gurami (Osphronemus goramy).
Areal potensial untuk perikanan budidaya (Tabel 1.1) terdiri dari kolam, sawah (mina padi) dan perairan umum. Perikanan budidaya di perairan umum meliputi karamba dan kolam. Perairan umum yang cocok untuk budidaya ikan berupa sungai, danau, waduk dan lain-lain. Kegiatan budidaya ikan yang dilakukan di perairan umum haruslah ramah lingkungan, produktif dan mempertimbangkan pemakaian lainnya. Berdasarkan pertimbangan ini diperkirakan sekitar 1,5% (158.200 hektar) dari perairan umum di Indonesia cocok untuk kegiatan perikanan budidaya.
Tabel 1.1
Areal Potensial untuk Budidaya Ikan Air Tawar di Indonesia
No
Jenis Potensi Budidaya
Luas (Ha)
1
Kolam air tawar
526.400
2
Perairan umum
158.200
3
Sawah
1.545.900
Total
2.220.500
Sumber : Hasil Survei Ditjen Perikanan, 1998
3, Budidaya Ikan Nila dan Prospeknya
Ikan nila merupakan salah satu komoditas penting perikanan budidaya air tawar di Indonesia. Ikan ini sebenarnya bukan asli perairan Indonesia, melainkan ikan introduksi yang berasal dari Afrika (Khairuman dan Khairul Amri, 2006). Menurut sejarahnya, ikan nila pertama kali didatangkan dari Taiwan ke Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Bogor pada tahun 1969. Setahun kemudian ikan ini mulai disebarkan ke beberapa daerah. Pemberian nama nila berdasarkan ketetapan Direktur Jenderal Perikanan tahun 1972. Nama tersebut diambil dari nama spesies ikan ini, yakni nilotica yang kemudian diubah menjadi nila. Para pakar perikanan memutuskan bahwa nama ilmiah yang tepat untuk ikan nila adalah Oreochromis niloticus atau Oreochromis sp.
Budidaya ikan nila disukai karena ikan nila mudah dipelihara, laju pertumbuhan dan perkembangbiakannya cepat, serta tahan terhadap gangguan hama dan penyakit. Selain dipelihara di kolam biasa seperti yang umum dilakukan, ikan nila juga dapat dibudidayakan di media lain seperti kolam air deras, kantung jaring apung, karamba, sawah, bahkan dalam tambak (air payau) sekalipun.


Gambar 1.1 Oreochromis Niloticus (Oreochromis sp).
Salah satu daerah yang potensial untuk budidaya ikan nila di Indonesia adalah Provinsi Jawa Tengah, khusunya Kabupaten Klaten. Bahkan ikan nila merupakan komoditas unggulah Jawa Tengah. Ini mengingat ikan nila selain untuk konsumsi lokal juga merupakan komoditas ekspor terutama ke Amerika Serikat dalam bentuk fillet (daging tanpa tulang dan kulit).
Budidaya ikan nila di wilayah Klaten, dilakukan di lahan kolam maupun lahan non-kolam berupa sawah dan perairan umum seperti rawa/waduk, sungai dan genangan air lainnya. Sementara itu luas lahan kolam di Kabupaten Klaten yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan mencapai 110,37 ha. Namun demikian, mengingat kedalaman air dan debit air yang terbatas dan cenderung berfluktuasi, maka hanya sebagian kecil saja yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya ikan. Sedangkan lahan non-kolam yang kini telah dimanfaatkan untuk budidaya ikan antara lain adalah sawah (mina padi), rawa/waduk (karamba dan jaring tancap), dan perairan umum. Sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan air kolam adalah berupa mata air (umbul).

MEMBUAT BOKASIH DENGAN EM4

Sebenarnya, bokashi tak berbeda jauh dengan kompos. Hanya saja pembuatannya memanfaatkan teknologi Mikroorganisme Efektif (effective microorganism). Si Mikroorganisme Efektif itu berfungsi sebagai ragi yang mampu mempercepat proses fermentasi bahan organik menjadi senyawa organik yang mudah diserap tumbuhan. Jika proses pembuatan kompos biasa memerlukan waktu berbulan-bulan, membuat pupuk bokashi cukup satu minggu.
“Ragi” bokashi cukup mudah didapat di pasaran. Umumnya berupa “effective microorganism turunan keempat) yang lebih dikenal sebagai EM-4 yang dijual dalam dalam wujud cair dalam kemasan botol.
Pengalaman membuat bokashi yang saya dapat adalah berkat bantuan Apru, seorang kader SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu). Dari Apru, saya mendapat pengetahuan membuat bokashi padat dan cair. Khusus bokashi padat, racikan bokashi kami rancang untuk digunakan sebagai pupuk dasar pada tanaman keras, karenanya komposisi pupuk kandang diperbanyak.
Dalam pemupukan pupuk bokashi padat digunakan satu kali, di
Untuk bokashi padat, racikan dirancang untuk jenis tanam Bokashi yang kami buat adalah bokashi untuk digunakan pada jenis tanaman keras di kebun kami. Bokashi padat dipakai sebagai pupuk dasar untuk tanaman bokashi padat dan cair untuk jenis diperlukan bahan-bahan sebagai berikut.
CARA MEMBUAT BOKASHI (untuk 1 ton)
A. Bokashi Padat
Bahan:
- Hijauan daun 200 kg (hijauan daun, sisa sayuran, jerami, sekam, dll)
- Pupuk kandang 750 kg (kotoran kambing, ayam, sapi, dll)
- Dedak/bekatul 50 kg
- EM-4 1 liter
- Larutan gula pasir, 1 kg per 10 liter air
- Air secukupnya
Tahapan Pembuatan:
1. Potong sampah basah (3-5 cm), kecuali jika menggunakan sekam
2. Campurkan Sampah basah – pupuk kandang – dedak/bekatul, hingga rata
3. Larutkan EM-4 + Air gula ke dalam 200 liter air.
4. Siramkan larutan secara perlahan secara merata ke dalam campuran sampah basah-kotoran-dedak. Lakukan hingga kandungan air di adonan mencapai 30 – 40 %. Tandanya, bila campuran dikepal, air tidak keluar dan bila kepalan dibuka, adonan tidak buyar.
5. Hamparkan adonan di atas lantai kering dengan ketebalan 15 – 20 cm, lalu tutup dengan karung goni atau terpal selama 5 – 7 hari.
6. Agar suhu adonan tidak terlalu panas akibat fermentasi yang terjadi, adonan diaduk setiap hari hingga suhu dapat dipertahankan pada kisaran 45 – 50 derajad Celsius.
7. Setelah satu minggu, pupuk bokashi siap digunakan.
Aplikasi:
Untuk tanaman tahunan semisal karet, coklat, dan lainnya, gunakan bokashi padat sebagai pupuk dasar. Dua kilogram bokashi diaduk dengan tanah lalu dibenamkan di lubang tanam.
B. Bokashi Cair (untuk 200 liter)
Bahan:
- Pupuk kandang 30 kg (kotoran kambing, ayam, sapi, dll)
- Hijauan daun (secukupnya)
- EM-4 1 liter
- Gula pasir 1 kg
- Terasi 1 kg
- Air bersih 200 liter
- Dapat pula ditambah 2 kg pupuk NPK untuk memperkaya nutrisi
Tahapan Pembuatan:
1. Pupuk kandang dihaluskan
2. Gula pasir – Terasi – EM-4 – NPK dilarutkan dalam air
3. Campuran pupuk kandang dan larutan gula dimasukkan ke dalam drum plastik kemudian ditambahkan air bersih hingga volumenya mencapai 200 liter.
4. Drum ditutup rapat. Setiap hari dibuka dan diaduk selama 15 menit.
5. Bokashi cair akan siap digunakan setelah 5 – 7 hari.
Aplikasi:
1 liter bokashi dicampur dengan 9 liter air bersih. Selanjutnya, siramkan pada tanah di sekitar tanaman atau disemprotkan pada daun sebanyak 0,25 – 1 liter tergantung jenis tumbuhan.
http://dusunlaman.net/?p=143

MEMBUAT PUPUK ORGANIK CAIR

Salam Pertanian! Kalau kita main ke kios-kios pertanian pasti kita akan banyak menemukan pupuk organik cair yang dijual. Demikian juga sekarang banyak sales-sales pupuk orgaik cair yang berkeliaran dimana-mana he he he...
Padahal dengan sangat mudah kita bisa membuat pupuk organik cair tersebut, sehingga kita tidak usah membeli dengan harga yang cukup mahal. Mau tahu caranya?

ALAT DAN BAHAN:

1. Drum/ jerigen
2. Cair: Urine/ limbah cucian ikan/ cucian daging dll
3. Padat: Kotoran sapi, kambing, unggas kalau perlu malah ditambah kotoran kita he he...
4. Hijauan: Tanaman Legume (gliricide, lamtoro, rumput wedusan dll) dan tanaman pakis-pakisan.
5. Tetes tebu/ gula pasir/ gula jawa
6. Buah-buahan busuk: pepaya, nangka, pisang, semangka dll
7. Bacteri pengurai: EM4, M bio, simba dll
8. Abu: Abu dapur, abu sekam dan abu daun bambu

CARA MEMBUAT:

1. Siapkan drum/ jerigen bersihkan jika kotor.
2. Masukkan semua bahan, komposisi bahan sebaiknya cair 70 % dan padat 30 %.
3. Aduk-aduk lalu tutup rapat (karena proses ini menggunakan bacteri anaerob)
4. Tiap 3 hari sekali harus dibuka dan di aduk-aduk
5. Setelah 1 bulan pupuk organik cair siap digunakan (tanda-tanda jadi yaitu bau tidak menyengat dan warna cairan dan bahan hitam kecoklatan)

CARA MENGGUNAKAN:

1. Saring larutan menggunakan kain lalu semprotkan ketanaman dengan konsentrasi 1 gelas 200ml/ tangki semprot.
2. Ampasnya bisa dikeringkan dan gunakan sebagai pupuk organik padat

Gampangkan? tinggal kita ada kemauan apa nggak, kadang diantara kita memang tidak ingin ribet dan maunya serba instan. Dan akhirnya Semoga bermanfaat info ini.
http://gerbangtani.blogspot.com/2010/04/mudahnya-membuat-pupuk-organik-cair.html

Pupuk Cair dari Urin

Dalam artikel kali ini saya coba mempraktekan pembuatan pupuk cair organik dari urine kambing-domba dengan referensi literatur yang saya peroleh dari BPTP-Bali (Membuat Pupuk Cair Bermutu dan Limbah Kambing) dan ditambah pengalaman teman-teman senior yang sudah mengaplikasikannya terlebih dahulu.

Namun demikian saya melakukan modifikasi dan coba-coba mengingat pupuk cair bio urine ini untuk dimanfaatkan sendiri, sebagai catatan pembuatan bio urine sama sekali tidak menggunakan pupuk kimia, bahan yang diperlukan untuk membuat fermentasi pupuk cair bio urine adalah sebagai berikut :

1. 1 (Satu) drum plastic urine dengan kapasitas 150 liter.
2. Tetes Tebu/Molasses 750 ml.
3. Empon-empon (Temulawak, Temuireng, Kunyit dll) 5kg.
4. Bacteri R Bacillus dan Azobacter sebagai starter fermenter 250 ml. Karena kesulitan serta tidak tahu belinya dimana bakteri tersebut, maka saya menggantinya dengan EM4 sebagai starter fermenter.

Bakteri EM4 dan Molases dilarutkan dalam air jernih sebanyak 10 liter kemudian dituangkan ke dalam drum urine, empon-empon dihancurkan dan dimasukan ke dalam drum. Setelah tercampur antara urine dan bahan-bahan tersebut kemudian urine diaduk sampai rata selama 15 menit, kemudian drum plastic ditutup rapat. Lakukan pengadukan setiap hari selama 15 menit dan kemudian drum ditutup rapat kembali selama tujuh hari.

Setelah tujuh hari urine dipompa dengan menggunakan pompa yang biasa digunakan pada aquarium dan dilewatkan melalui talang plastik dengan panjang 2m yang dibuat seperti tangga selama 3 jam, tujuan proses ini untuk penipisan atau menguapkan kandungan gas ammonia, agar tidak berbahaya bagi tanaman yang akan dberi pupuk bio urine tersebut. Kemudian pupuk cair ini siap digunakan.

Untuk aplikasi pupuk cair ini bisa digunakan dengan cara disiramkan dan atau disemprotkan, kondisi tanah sebelum tanam diolah terlebih dahulu dengan menggunakan kotoran kambing. Berikut cara pemakaian bio urine:

1. Untuk tanaman semusim dan rumput campur bio urine + air dengan perbandingan 1 : 2.
1. King Grass : Pemakaian dengan disiramkan setiap setelah rumput diarit.
2. Jagung, Ubi, Singkong, Cabe dll : Pemakaian dengan disiramkan dan disemprotkan 2 minggu sekali.
2. Untuk tanaman industri dengan asumsi tanamannya baru ditanam dengan ketinggian rata-rata 80 cm, campur bio urine + air dengan perbandingan 1:1.
1. Sengon(Albasia), Turi, Mahoni, Nangka, Ketapang dll : Pemakaian dengan cara disiram dan disemprotkan 2 minggu sekali.

Demikian pembuatan pupuk cair bio urine yang saya lakukan, hasil yang diperoleh dari pemakaian pupuk cair bio urine, dan jika ada pengembangan lebih lanjut termasuk apabila ada pemakaian bahan baru dari pupuk kimia sebagai pelengkap akan saya share pada artikel berikut. Tak lupa mohon masukannya dari para senior apabila ada metoda yang lebih baik dalam pengolahan bio urine tersebut.

pakan ternak dari sapah

Masalah pengelolaan sampah tak hanya dialami oleh Bali. Negara-negara besar, bahkan negara yang sudah maju pun masih sibuk berkutat memerangi sampah, terutama sampah sehari-hari yang jumlahnya cukup banyak. Namun, khusus untuk Bali, masalah sampah mulai sedikit tertanggulangi dengan diluncurkannya teknologi pengolahan sampah menjadi pakan ternak oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali, Senin (10/5) kemarin. Bagaimanakah latar belakang penemuan dan apa keuntungan yang bisa diperoleh oleh masyarakat bila menggunakan teknologi ini?

Sampah merupakan masalah yang sangat sulit untuk ditanggulangi, terutama di negara-negara sedang berkembang. Meskipun sudah bisa ditanggulangi, umumnya biaya yang diperlukan untuk pengolahan sampah ini relatif besar terutama bila menggunakan teknologi tinggi. Sehingga, seringkali persoalan sampah ini hanya diselesaikan secara sepotong-sepotong tanpa adanya penyelesaian yang mampu menuntaskannya hingga ke akar permasalahan.

Padahal, persoalan sampah ini mesti mendapatkan perhatian serius dari pemerintah Bali karena posisi daerah ini sebagai sebuah destinasi yang mempunyai nilai jual tinggi bagi wisatawan. Beberapa waktu lalu beberapa konsul negara sahabat dalam kunjungan ke Bali TV, permasalahan sampah ini juga menjadi sorotan.

Konsul Jepang N. Nomura, misalnya, menyesalkan kotornya tempat-tempat pariwisata di Bali. Dia mengaku banyak menerima keluhan dari wisatawan Jepang yang berkunjung ke Bali. Kondisi di lapangan yang dilihat oleh wisatawan ini tentunya akan memperburuk citra Bali sebagai sebuah destinasi.

Untuk itulah perlu adanya pemikiran terpadu guna menjawab persoalan ini. Terlebih lagi dengan makin bertambahnya jumlah penduduk di Bali tidak bisa dihindarkan produksi sampah juga akan makin meningkat. Menjawab peningkatan produksi sampah di Bali dari tahun ke tahun -- yang konon mencapai 3.000 meter kubik/harinya -- BPTP Bali mengadakan penelitian untuk mengembangkan teknologi pengolahan sampah sejak tahun 2003.

Penemuan yang baru diluncurkan kemarin dan didanai oleh Bappeda ini merupakan sebuah alat yang mampu mengolah sampah menjadi pakan ternak, yang tidak saja bisa meminimalisasi tingkat pencemaran lingkungan tetapi juga menguntungkan peternak. Pemikiran untuk secara langsung menggunakan sampah sebagai bahan pakan ternak sangat tepat digunakan di Bali, yang hampir sebagian besar masyarakatnya merupakan peternak.

Pengolahan sampah organik ini, menurut peneliti BPTP yang juga merupakan penemu teknologi pengolahan sampah Suprio Guntoro, sangat efektif dan bisa menyediakan bahan pakan yang murah. Di samping itu, peternak juga tidak usah lagi bersusah payah menanam dan menyabit rumput. ''Teknologi ini sangat efektif, terutama untuk menyediakan pakan ternak pada musim kering,'' katanya.

Pemanfaatan sampah ini juga diharapkan dapat membantu meningkatkan daya tampung ternak di suatu wilayah tanpa harus mengembangkan areal hijauan makanan ternak secara khusus. Untuk Bali yang lahan pertaniannya makin menyempit, sampah bisa dijadikan alternatif untuk mendukung pengembangan usaha ternaknya.

Pakan komplit yang tercipta melalui proses pengolahan sampah ini pun tidak bisa dianggap remeh. Pasalnya, dengan pemberian pakan berbahan baku sampah ini kepada ternak sapi dan kambing sebanyak 3-4 kg/ekor/hari terjadi penambahan bobot sebesar 600 gram/harinya. Bila volume pemberian pakannya ditingkatkan menjadi 7-7,5 kg/ekor/hari maka pertambahan berat ternak sapi akan meningkat menjadi 800 gram.

Dengan ditambahkannya jumlah pakan ini, kebutuhan pakan hijau bisa ditiadakan. Kondisi peningkatan berat ternak ini, kata Guntoro, sudah bisa dilihat di tempat pembuangan akhir (TPA) Temesi, Gianyar, yang merupakan pilot project teknologi pengolahan sampah ini.